Jogja Menyapa Mahasiswa Baru di Pelataran FIB UGM - Monyoku

Update

Kamis, 22 Agustus 2019

Jogja Menyapa Mahasiswa Baru di Pelataran FIB UGM


”Terimakasih telah memilih Yogyakarta sebagai destinasi edukasi, sebuah pilihan yang tepat. Dengan beragam pilihan perguruan tinggi yang berkwalitas dan mampu membawa Anda semua ke jenjang sukses dan karir hidup Anda kelak.’’ Sambut  Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang diwakilkan oleh Paku Alam X selaku Wakil Gubernur DIY."

Acara yang merupakan perayaan yang bertujuan menyambut hadirnya mahasiswa baru dari berbagai asal daerah di Indonesia dibuka oleh penampilan tarian adat khas. Mulai dari Nusa Tenggara Timur, Aceh, serta Maulu Utara sangat menghibur mahasiswa baru yang hadir di Jogja Menyapa pada hari Senin, 20 Agustus 2019.

Jogja Menyapa diselenggarakan oleh Paniradya Kaistimewan yang tidak hanya untuk menyambut mahasiswa baru yang akan mencari ilmu di Jogja, tetapi mengenalkan budaya Jogja yaitu Srawung. Seperti yang disampaikan Gubernur DIY melalui Paku Alam X yang hadir ditengah mahasiswa baru, semua yang hadir di acara Jogja Menyapa adalah alasan yang tepat untuk saling mengenal. Oleh sebab itu, acara ini bertajuk Jogja Menyapa: Ngaruhke, Ngarahke, Tepuk Dunung dan Srawung.

Maksud dari tema Jogja Menyapa: Ngaruhke, Ngarahke, Tepuk Dunung dan Srawung adalah sebagai berikut, Ngaruhke adalah berkunjung untuk mengungkapkan selamat datang dan menayakan kabar. Menujukan keterbukaan terhadap kehadiran mahasiswa baru di Jogja yang akan menimba ilmu di Univeristas masing-masing.

Ngarahke merupakan upaya memberikan informasi terhadap apa yang ada di Jogja. Baik adat istiadat, norma, dan informasi umum lainnya. Seperti yang diketahui semua, bahwa Jogja memiliki adat istiadat dan norma yang sudah lama dipegang teguh oleh seluruh masyarakat. Contoh kecil yang harus di aplikaskan adalah bagaimana bersikap saat menayakan arah atau sebuah lokasi. Saat sedang berkendara menggunakan sepeda motor, hendaklah turun dari motor, lalu mematikan mesin kendaraan, melepaskan helm, dan kemudian bertanya dengan senyuman.

Sedangkan Tepung yang berarti perkenalan, tentu sebagai modal awal sebelum ada Dunung yang berarti menempati tempat tinggal baru dan dilanjutkan dengan Srawung atau bersosialisasi. Bersosialisasi sangat penting bagi masyarakat Jogja, sehingga jika dalam kesulitan tetangga akan saling membantu.

“Anak-anakku sekalian saya yakin bahwa kedatangan Anda di Yogyakarta membawa energi positif yaitu menempuh pendidikan, mencari pengalaman, sekaligus membangun persaudaraan dengan teman-teman dari seluruh penjuru Indonesia.Perlu saya sampaikan Yogyakarta sangat terbuka dalam menerima Anda seluruhnya tentu dengan harapan, bahwa Anda sekalian itu menjaga ketertiban dan kenyamanan yang telah terbangun sekian lama.” Lanjut Paku Alam X dalam membacakan sambutan.

Pepatah jawa menyebutkan, Setiap tempat mempunyai tata cara aturan yang harus di hormati, sama artinya dengan yang di mana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Bagi siapapun yang akan datang ketempat baru bisa menerapkan ilmu dalam pepatah Jawa yaitu tepo sliro menempatkan segala sesuatu dengan mengukur diri kita sendiri.

Jangan menyakiti bila tidak ingin disakiti. Hormatilah orang lain, apabila ingin dihomati bersikaplah toleran karena toleransi sudah menjadi budaya di Jogja. Berbaurlah dengan warga masyarakat Jogja karena pelajaran berharga tidak diperoleh dari bangku perkuliahan. Namun, ilmu sejatinya hidup didapatkan dari pergaulan positif.

Jogja Menyapa menghadirkan The King of Broken Heart, yaitu Didi Kempot yang membuat seluruh mahasiswa yang ada di pelataran FIB UGM bernyayi campur sari Bersama-sama. Ternyata, anak-anak muda saat ini sangat menggemari lagu campur sari yang dahulu masih menjadi konsumsi orang-orang yang sudah berumur. Bagi Anda yang belum bisa berpartisipasi di acara Jogja Menyapa untuk melihat Didi Kempot bernyayi silakan melihat di video berikut ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar