Pesan Sri Sultan Hamengku Buwono X Setelah 31 Tahun Bertahta - Monyoku

Update

Senin, 09 Maret 2020

Pesan Sri Sultan Hamengku Buwono X Setelah 31 Tahun Bertahta

Pesan Sri Sultan Hamengku Buwono X Setelah 31 Tahun Bertahta

Pesan Sri Sultan Hamengku Buwono X Setelah 31 Bertahta, senin (09/04)


31 tahun Sri Sultan Hamengku Buwono X bertahta dalam hitungan tahun masehi. Sehingga tanggal 7 Maret 2020 dipilih sebagai pembuka rangkaian Tingalan Jumenengan Dalem. Berbagai rangkaian acara dibuat untuk membagikan pengetahuan dan kebudayaan Keraton Yogyakarta sebagai ilmu yang bisa diterima masyakarat luas dan dilestarikan menjadi nilai yang tidak terhitung dengan materil.

Mulai dari Pameran ABALAKUSWA Hadibusana Keraton Yogyakarta. Pameran Abalakuswa dapat dikunjung setiap hari dari tanggal 8 maret - 4 April 2020. Cukup dengan membayar Rp5.000 yang berlokasi di Pagelaran Keraton Yogyakarta.

Perunjukan tarian karya Sri Sultan Hamengku Buwono I yang bisa dilihat saat mengikuti Simposium Internasional Budaya Jawa 2020 di The Kasultanan Ballroom Royal Ambarrukmo Yogyakarta. Tarian tersebut bernama Beksan Lawung Ringgit yang dipentaskan pada pembukaan Simposium Internasional Budaya Jawa 2020.


Beksan Lawung Ringgit sendiri cukup istimewa, karena naskahnya dalam bentuk serat kandha baru saja kembali dari Inggris sejak jaman Geger Sepehi. Setelah ratusan tahun, beksan ini dipentaskan dengan kostum lengkap khusus bagi peserta Simposium Internasional.

Pada saat press conference Senin (09/03) di Royal Ambarrukmo Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan bahwa saat berada di luar negeri dan ditanya asalnya maka dijawab dari Indonesia. Lalu, saat berada di Jakarta dan ditanya asalnya dari mana? Maka dijawab dari Jogja. Kemudian, saat Sri Sultan Hamengku Buwono X sedang berada di Jogja bertanya ke pada anak-anak muda, dari mana asalnya maka dijawab dari Bantul.


“Generasi millenials itu berarti orang-orang muda itu tidak pernah mau budaya lagi. Tidak, biar pun budaya tradisonal itu akan ditafsirkan oleh anak-anak muda. Entah anak saya, entah cucu saya, atau dan sebagainya,” Jelas Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Menurut Sri Sultan Hamengku Buwono X budaya itu dinamis dan bukan stagan yang berarti berubah menurut generasinya. Jadi penafsiran generasinya, sehingga Sri Sultan Hamengku Buwono X tidak khawatir anak-anak muda melupakan budaya karena mengenal teknologi baru.

“Jadi bagi Saya tidak terlalu takut menghadapi anak-anak muda yang mengenal teknologi baru. Berarti dia akan meninggalkan identitasnya. Saya yakin itu tidak, sekarang tinggal tergantung bagaimana kita sendiri bisa mendekatkan tradisi, budaya-budaya ini tetap terjadi dialog-dialog budaya. Mungkin akulturasi dan mungkin juga terjadinya perbuahan-perubahan di dalam konteks sesuai tatangan zamanya. Setiap generasi akan mengalami proses seperti itu,” Ucap Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Sri Sultan Hamengku Buwono X juga mengatakan bahwa Keraton Yogyakarta mencoba menjelaskan nilai-nilai budaya Jawa, khususnya Kraton yang menjadi bagian dari budaya Jawa. Sehingga muncul anak-anak muda yang berkeinginan dan menjadikan proyek anak-anak muda mempelajari lebih dalam budaya Keraton Yogyakarta.

Selain itu, kegiatan seperti flashmob yang dulu tidak ada, tetapi saat ini Keraton Yogyakarta membuat flashmob dan sebagainya melihat kondisi millenialls.

“Dan ruang itu saya buka, bukan itu mengubah tradisi, nggak. Ya memang tantangan generasinya seperti itu,” Imbuh Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Flashmob yang diselenggarakan di Malioboro juga terjadi di Melbourne, Washington DC, New York, dan sebagainya menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi millenials. Bukan keniscayan dari jamannya, karena fakta pada akhirnya anak-anak muda juga yang tadinya tidak memahami juga mau belajar.

31 tahun Sri Sultan Hamengku Buwono X bertahta menjadikan Keraton Yogyakarta saat ini terus berinovasi untuk selalu melestarikan nilai-nilai budaya. Namun, tidak merubah budaya itu sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar